Di sudut Dusun Sombron, terdapat sebuah sumber mata air yang tak hanya menjadi penopang kehidupan, tetapi juga menyimpan legenda turun-temurun. Sumber itu adalah Kali Manggis, sebuah aliran air yang menurut cerita rakyat, tercipta berkat kesaktian seorang tokoh bernama Ki Sokolono.
Legenda Ki Sokolono dan Air Rasa Manggis
Menurut kisah yang berkembang di masyarakat, Ki Sokolono adalah seorang sakti yang memiliki hubungan erat dengan alam. Pada suatu masa, saat warga mengalami kesulitan mendapatkan air, ia menancapkan tongkatnya ke tanah. Ajaibnya, dari tempat itu keluar mata air yang jernih dan melimpah.
Keunikan lainnya, air yang keluar dari sumber tersebut konon memiliki rasa manis, mirip dengan buah manggis. Karena itulah, masyarakat setempat menyebutnya sebagai Kali Manggis—sebuah nama yang bertahan hingga kini. Seiring waktu, sumber air ini menjadi bagian penting dalam kehidupan warga, baik untuk pertanian maupun keperluan sehari-hari.

Ritus Sumber Mata Air: Sakral dan Penuh Makna
Tak sekadar sumber air biasa, Kali Manggis juga memiliki peran spiritual dalam budaya masyarakat Sombron. Sebelum seseorang berziarah ke Punden Nyi Sombron—makam tokoh yang namanya diabadikan sebagai nama dusun—mereka akan membersihkan diri terlebih dahulu di Kali Manggis. Ritual ini bukan hanya sebatas membersihkan tubuh, tetapi juga simbol pembersihan jiwa sebelum berdoa dan memohon berkah di punden.
Selain itu, setiap tahun masyarakat mengadakan sebuah ritus sumber mata air di Kali Manggis sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan ungkapan rasa syukur atas keberlangsungan sumber air ini. Dalam upacara tersebut, warga berkumpul, berdoa, serta melakukan ritual adat yang dipimpin oleh tokoh masyarakat atau sesepuh dusun.
Menjaga Warisan Alam dan Budaya
Hingga kini, Kali Manggis tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan warga Sombron. Di tengah perubahan zaman, sumber air ini tetap lestari dan dijaga dengan baik agar manfaatnya dapat terus dirasakan oleh generasi mendatang.
Lebih dari sekadar legenda, Kali Manggis adalah simbol kearifan lokal, di mana alam dan manusia hidup berdampingan dalam harmoni. Ritus sumber mata air ini bukan hanya ritual adat, tetapi juga bentuk penghormatan kepada alam dan leluhur—sebuah warisan budaya yang terus mengalir, sama seperti jernihnya air Kali Manggis.
Penulis: J Renwarin