Info.Sombron – Di sebuah sudut tenang di Dusun Sombron, mengalir sebuah mata air yang tak hanya menyejukkan raga, tetapi juga mengaliri kisah yang diwariskan dari mulut ke mulut. Warga setempat mengenalnya sebagai Kali Manggis—sebuah aliran kecil yang menyimpan jejak mistis, legenda, dan sejarah budaya yang tak lekang dimakan zaman.
Menurut cerita yang dipercaya turun-temurun, Kali Manggis tak lahir dari proses alam biasa. Ia hadir melalui kesaktian seorang tokoh legendaris bernama Ki Sokolono. Kepala Dusun Sombron, Widodo, mengisahkan ulang legenda itu kepada Media Sombron, Minggu (04/05), dengan penuh kehati-hatian, seolah menjaga kesakralannya.
“Memang benar, dari dahulu cerita tentang Kali Manggis begitu adanya, dikisahkan dari generasi ke generasi,” ungkap Widodo. Menurutnya, dahulu kala, dalam sebuah perjalanan jauh, abdi Ki Sokolono kehausan. Melihat hal itu, sang tokoh sakti kemudian menancapkan tongkatnya ke tanah. Ajaib, dari bekas tancapan itu, muncullah air yang mengalir hingga kini, dikenal sebagai Kali Manggis.
Namun, bagi warga Sombron, Kali Manggis bukan hanya soal air. Ia adalah ruang budaya—tempat berbagai tradisi dan ritus dijalankan. Widodo menjelaskan, Kali Manggis kerap menjadi lokasi sakral untuk pelbagai kegiatan kebudayaan. “Kali Manggis sering kami pakai sebagai tempat untuk pusat kebudayaan yang diselenggarakan di dusun,” katanya.
Dalam setahun, setidaknya ada beberapa peristiwa penting yang menjadikan Kali Manggis sebagai sentral: mulai dari ritus ke punden, perayaan kupatan, hingga memandikan jaran (kuda kepang) yang biasa digunakan dalam pertunjukan reog. Di tempat itulah warga berkumpul, berdoa, dan merawat warisan leluhur lewat tindakan nyata.
Jarman, tokoh masyarakat Dusun Sombron sekaligus Ketua Panitia Merti Dusun Sombron 2025, menegaskan pentingnya menjaga Kali Manggis. Baginya, keberadaan Kali Manggis bukan hanya fisik; ia adalah peninggalan leluhur yang sarat makna. “Lewat penyelenggara kebudayaan yang ada di Dusun Sombron, secara langsung akan menjaga benda-benda peninggalan leluhur. Salah satunya Kali Manggis ini,” tutur Jarman penuh keyakinan.
Ia sadar, di tengah gempuran modernisasi, mempertahankan tradisi bukan perkara mudah. Namun, ia optimis, selama masyarakat tetap menaruh hormat pada nilai-nilai leluhur, budaya itu akan tetap hidup. Karena itulah, setiap penyelenggaraan Merti Dusun atau ritual lainnya, Jarman berusaha melibatkan generasi muda. Ia ingin mereka melihat, belajar, lalu meneruskan.
“Semoga generasi muda nanti bisa terus melestarikan budaya yang ada di Dusun Sombron,” harapnya.
Kini, Kali Manggis bukan hanya dikenal oleh warga Sombron. Beberapa pecinta budaya dari luar mulai meliriknya sebagai bagian dari kekayaan tradisi Jawa yang masih terawat. Di tepian airnya, sejarah, kepercayaan, dan kebersamaan warga Sombron terus mengalir.
Setiap percikannya menyimpan kisah. Setiap ritual di sisinya menyimpan doa. Kali Manggis adalah nadi budaya yang tak hanya menghubungkan masa lalu dan masa kini, tetapi juga menjadi harapan bagi masa depan budaya Sombron.
Dan seperti airnya yang tak pernah berhenti mengalir, demikian pula semangat warga Sombron: menghidupkan tradisi, merawat jejak leluhur, dan memastikan Kali Manggis tetap menjadi saksi perjalanan budaya dari generasi ke generasi.***Red