Info.Sombron – Di bawah terik matahari siang yang menyengat, debu jalanan Dusun Sombron berbaur dengan keringat yang mengalir dari wajah-wajah para warga. Tapi panas tak menjadi penghalang. Justru siang itu menjadi saksi kekompakan yang begitu menggetarkan hati: gotong royong memikul dan mendirikan gapura bambu di perempatan pintu masuk dusun, sebagai bagian dari persiapan Merti Dusun.
Suasana penuh energi. Dari ujung jalan, terlihat puluhan warga—tua dan muda—bersatu padu, mengangkat struktur bambu yang berat dengan semangat yang luar biasa. Gapura itu bukan sekadar penanda jalur kirab, melainkan simbol kebersamaan yang telah lama mengakar di tanah Sombron.
Sorakan dan aba-aba terdengar bersahutan, dipimpin oleh seorang tokoh sepuh yang kharismatik: Mbah Miko. Di usianya yang tak lagi muda, suaranya tetap lantang, menyemangati warga agar tetap kuat meski matahari menyengat.
“Ayo semangat! Ini bukan kerja sendiri, ini kerja bersama. Angkat bareng-bareng!” serunya sambil berdiri di sisi gapura, memperhatikan setiap detail pengerjaan.
Media Sombron yang menyaksikan langsung semangat itu, menemui Ketua Panitia Merti Dusun, Jarman. Ia mengungkapkan rasa bangga atas kekompakan warga yang tetap solid meski harus bekerja di bawah panas matahari.
“Walaupun siang hari dan cuaca panas, warga tetap semangat memikul gapura. Tradisi gotong royong ini adalah napas kami di Sombron. Sudah dari zaman leluhur. Kami tinggal merawat dan meneruskannya,” ujar Jarman, Senin (12/05).
Bagi warga Sombron, gotong royong bukan sekadar rutinitas menjelang perayaan. Ia adalah ruh yang menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Dalam setiap kerja bersama, ada rasa saling memiliki, ada tanggung jawab sosial, dan tentu saja, ada rasa bangga sebagai bagian dari sebuah komunitas yang kuat.

Kepala Dusun Sombron, Widodo, turut mengapresiasi semangat tersebut. Ia menyatakan bahwa gotong royong adalah cerminan dari nilai-nilai kekeluargaan yang hingga kini masih hidup di tengah masyarakat Sombron. “Di sini, gotong royong sudah jadi budaya. Tak terkikis oleh waktu. Nilai-nilai kekeluargaan menjadi fondasi utama,” ucapnya.
Tak ada upah. Tak ada pamrih. Tapi dari sinilah kemuliaan gotong royong memancar. Gapura bambu pun akhirnya berdiri tegak, bukan hanya karena diangkat oleh banyak tangan, tetapi karena ditopang oleh semangat dan cinta akan budaya sendiri.
Siang itu, bukan hanya gapura yang berdiri. Tapi juga kebanggaan: bahwa Dusun Sombron masih mampu menjaga apa yang telah diwariskan — sebuah nilai luhur bernama gotong royong, yang kini terus menyala dan semoga tetap menyala turun-temurun.***Red